Prosedur Pengajuan Perkara Prodeo
A. DASAR PEMIKIRAN
1. Pada asasnya berperkara di muka pengadilan dikenakan biaya.(Pasal 121 ayat (4) HIR/Pasal 145 ayat (4) R.Bg.
2. Apabila tidak mampu membayar biaya perkara, maka ia dapat mengajukan permohonan untuk berperkara secara cuma-cuma (prodeo) sebagaimana diatur dalam Pasal 237 241HIR/ Pasal 273-277 R.Bg., Pasal 242 243 HIR/ Pasal 278 281R.Bg, dan Pasal 12- 14 Undang-Undang No. 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan.
3. Oleh karena dalam praktek menangani suatu perkara tidak bisa dihindari dari kebutuhan biaya, maka negara melalu DIPA 2008 telah menyediakan anggaran untuk membiayai perkara Prodeo tersebut.
4. Oleh karena belum ada aturan berkaitan dengan teknis penggunaan biaya perkarara Prodeo dalam DIPA tersebut, maka untuk keseragam perlu dibuat pedoman/petunjuk teknis berperkara secara Prodeo yang dibiayai Negara (DIPA) sebagaimana akan diuraikan dibawah ini.
B. SYARAT-SYARAT BERPERKARA SECARA PRODEO
1. Mengajukan permohon berperkara secara cuma-cuma (prodeo) tertulis atau lisan.
2. Permohoan tersebut dilampiri Surat Keterangan Tidak Mampu dari Kepala Desa/ Lurah yang diketahui oleh Camat.
3. Surat Keterangan Tidak Mampu tersebut dikeluarkan oleh Kepala Desa/ Lurah yang menyatakan bahwa benar pemohon tidak mampu membayar biaya perkara dan atau bukti lainnya tentang ketidakmampuannya.
C. PROSEDUR BERPERKARA SECARA PRODEO DENGAN BIAYA DIPA
1. Dalam Tingkat Pertama
a. Bagi Penggugat/ Pemohon yang mengajukan permohonan berperkara secara prodeo diajukan bersama-sama pada saat mengajukan surat gugatan/ permohonan atau pada saat mengajukan gugatan/ permohonan lisan. Bagi Tergugat/ Termohon dapat diajukan pada saat memasukkan jawaban gugatan/ permohonan Penggugat/ Pemohon ( Vide : Pasal 237 dan 238 ayat (1) dan ayat (2) HIR/ Pasal 273 dan 274 ayat (1) dan ayat (2) R.Bg.
b. Penggugat/ Pemohon harus menyebutkan alasan untuk berperkara secara prodeo dalam surat gugatan/permohonan yang diajukan.
c. Dalam petitum gugatan/permohonan dicantumkan kalimat antara lain :
1) Memberi izin kepada Penggugat/Pemohon untuk berperkara secara prodeo.
2) Membebaskan Penggugat/Pemohon dari segala biaya perkara.
d. Penggugat/Pemohon mengajukan gugatan atau permohonannya ke Pengadilan Agama dan Pengadilan Agama mengeluarkan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM), sebesar Rp. 0,00 (tata cara pengajuan gugatan/permohonan sesuai tatacara yang diatur dalam prosedur penerimaan perkara dalam Pola Bindalmin).
e. Ketua Pengadilan Agama menunjuk Majleis Hakim untuk menangani perkara tersebut (PMH).
f. Majelis Hakim yang ditunjuk menetapkan hari siding (PHS) dan memerintahkan Jurusita untuk memanggil Penggugat/Pemohon dan Tergugat/Termohon, dengan biaya pemanggilan pertama kali dibebankan anggaran Pengadilan kepada Panitera/Sekretaris/Kuasa Pengguna Anggaran dengan instrumen khusus.
g. Setelah menerima perintah dari Majelis Hakim, Panitera/Sekretaris/ Kuasa Pengguna Anggaran memerintahkan Bendaharawan Rutin untuk mengeluarkan biaya panggilan tersebut dari mata anggaran yang disediakan dalam DIPA dengan menggunakan instrumen khusus dan instrument tersebut dijadikan bukti untuk di-SPJ-kan sebagai pengeluaran.
h. Bendaharawan Rutin menghubungi Petugas Meja I untuk meminta taksiran biaya panggilan tersebut. Setelah ditaksir Petugas Meja I yang kemudian dituangkan dalam SKUM (rangkap tiga) lalu SKUM tersebut diserahkan kepada Bendaharawan Rutin untuk diproses lebih lanjut.
i. Setelah menerima SKUM dari Petugas Meja I, kemudian Bendaharawan Rutin menyerahkan SKUM disertai panjar biayanya kepada Kasir. Setelah diproses, kemudian satu rangkap SKUM (warna putih) diserahkan oleh Kasir kepada Bendaharawan Rutin sebagai bukti pengeluaran untuk di-SPJ-kan. Bila Tergugat/Termohon berdomisili di wilayah hukum Pengadilan Agama lain maka biaya panggilan untuk Tergugat/Termohon tetap dibebankan kepada Pengadilan Agama dimana perkara diajukan.
j. Petugas Buku Induk Keuangan Perkara, petugas/pemegang Buku Jurnal Keuangan Perkara dan petugas/pemegang Buku Kas Pembantu mencatat penerimaan tersebut sebagai besar panjar biaya dalam Buku-buku Keuangan Perkara dimaksud. Kemudian, setelah biaya panggilan tersebut digunakan untuk memanggil para pihak, petugas/pemegang buku-buku keuangan perkara mencatat pula pengeluaran dalam buku-buku keuangan perkara dimaksud.
k. Pada hari persidangan yang ditetapkan, Majelis Hakim sebelum memeriksa pokok perkara, terlebih dahulu memeriksa Permohonan Perkara secara prodeo. Pihak lawan dalam persidangan tersebut dapat menyangkal permohoan tersebut, baik dengan menyatakan bahwa permohonan tersebut tidak beralasan ataupun dengan menyatakan bahwa Pemohon mampu untuk membayar biaya perkara.
l. Majelis Hakim setelah melakukan pemeriksaan menjatuhkan putusan dengan Putusan Sela (Vide : Pasal 239 ayat (1) HIR/ Pasal 275 ayat (1) R.Bg.). Putusan Sela tersebut dimuat secara lengkap di dalam Berita Acara Persidangan.
m. Dengan salah satu alasan sebagaimana dimaksud pada Pasal 239 ayat (2) HIR/ 275 ayat (2) R.Bg., Majelis Hakim dapat menolak permohonan tersebut (Vide : Pasal 239 ayat (3) HIR/ Pasal 275 ayat (3) R.Bg.).
n. Apabila permohonan prodeo tidak dikabulkan, maka dalam Putusan Selanya majelis Hakim memrintahkan Penggugat/Pemohon untuk membayar Panjar Biaya perkara dengan jumlah yang akan ditaksir kemudian oleh Petugas Meja I. Jeda waktu pembayaran diberikan selama 14 (empat belas) hari sejak dijatuhkannya Putusan Sela.
o. Apabila Penggugat/Pemohon tidak membayar panjar biaya perkara sampai batas waktu yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan, maka gugatan/permohonan Penggugat/Pemohon digugurkan/dicoret dari daftar perkara.
p. Apabila permohonan prodeo dikabulkan, maka Majelis Hakim menjatuhkan Putusan Sela. Dengan dikabulkannya permohonan prodeo tersebut, Penggugat/Pemohon dibebaskan dari semua biaya perkara, dan selanjutnya biaya perkara dibebankan kepada Negara melalui DIPA Pengadilan Agama dengan mekanisme sebagai berikut :
1. Salinan amar Putusan Sela diserahkan Majelis Hakim kepada Panitera/Sekretaris/Kuasa Pengguna Anggaran guna pembayaran biaya perkara oleh Negara melalui mata anggaran dalam DIPA yang telah ditentukan.
2. Panitera/Sekretaris menyerahkan salinan amar Putusan Sela tersebut kepada Bendaharawan Rutin dengan perintah agar mengeluarkan sejumlah uang yang besarnya akan ditaksir kemudian oleh Petugas Meja I. Perintah Panitera/Sekretaris/Kuasa Pengguna Anggaran dituangkan dalam instrument khusus.
3. Bendaharawan Rutin menghubungi Petugas Meja I agar menaksir panjar biaya perkara. Setelah Petugas Meja I menaksir panjar biaya yang dituangkan dalam SKUM lalu SKUM tersebut diserahkan kepada Bendaharawan Rutin.
4. Setelah Bendaharawan Rutin menerima SKUM dari Petugas Meja I, lalu ia membayar panjar biaya kepada Kasir sejumlah yang tertera dalam SKUM. Setelah Kasir menerima SKUM dan membayar panjar biaya perkara dari Bendaharawan Rutin lalu memprosesnya sesuai tugas Kasir. Setelah diproses, kemudian Kasir menyerahkan SKUM warna putih kepada Bendaharawan Rutin dan SKUM warna putih inilah yang kemudian oleh Bendaharawan Rutin difungsikan sebagai bukti pengeluaran untuk peng-SPJ-an DIPA oleh Bendaharawan Rutin.
5. Petugas Buku-buku Keuangan Perkara mencatat penerimaan tersebut dalam bukubuku tersebut sebagai tambahan panjar. Demikian juga pencatatan pengeluaran biaya dalam buku-buku tersebut dilakukan secara tertib.
6. Apabila setelah putusan akhir dijatuhkan oleh Majelis Hakim dan ternyata ada kelebihan biaya perkara, Kasir mengembalikan kelebihan biaya perkara tersebut kepada Bendaharawan Rutin dengan kuitansi pengembalian, dan selanjutnya mengembalikan sisa panjar tersebut oleh Bendaharawan Rutin disetor ke Kas Negara.
7. Apabila sebelum perkara diputus, ternyata ada kekurangan biaya perkara, maka Majelis Hakim memerintahkan kepada Panitera/Sekretaris/Kuasa Pengguna Anggaran untuk mengeluarkan biaya perkara tambahan dengan menggunakan instrumen khusus. Mekanisme selanjutnya mengacu kepada ketentuan angka 2), 3) dan 4) di atas serta ketentuan yang berlaku dalam permintaan tambahan panjar biaya kepada pihak berperkara.
8. Dalam hal Penggugat/Pemohon atau Tergugat/Termohon bertempat tinggal di luar wilayah hukum Pengadilan Agama yang bersangkutan maka untuk biaya panggilan tetap dibebankan kepada DIPA Pengadilan Agama dimana perkara diajukan.
q. Apabila yang mengajukan permohonan berperkara secara prodeo adalah Tergugat, maka prosedurnya adalah sebagai berikut :
1. Permohonan diajukan pada waktu menyampaikan jawaban atas gugatan Penggugat.
2. Apabila permohonan beracara secara prodeo tersebut dikabulkan dan Tergugat dalam perkara tersebut dikalahkan, maka Tergugat dibebaskan dari membayar biaya perkara.
3. Biaya perkara dibebankan kepada Negara melalui DIPA Pengadilan Agama dengan cara Majelis Hakim menyerahkan salinan amar Putusan kepada Panitera/Sekretaris selaku Kuasa Pengguna Anggaran.
4. Mekanisme selanjutnya hamper sama dengan mekanisme yang telah diuraikan sebelumnya.
5. Setelah Kasir menerima Biaya perkara dari Kuasa Pengguna Anggaran melalui Bendaharawan Rutin, Kasir mengembalikabn uang yang disetor Penggugat kepada Penggugat dan menerima uang perkara yang disetor Kuasa Pengguna Anggaran sebagai gantinya.
2. Dalam Tingkat Banding
a. Permohonan berperkara secara prodeo pada tingkat banding, diajukan secara lisan atau tertulis kepada Panitera Pengadilan Tiongkat Pertama yang memutus perkara tersebut dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan dibacakan atau diberitahukan (Pasal 242 ayat (1) HIR/ Pasal 278 ayat (1) R.Bg./ Pasal 12 UU No. 20 Tahun 1947.
b. Majelis Hakim yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Agama memanggil kedua belah pihak yang berperkara untuk memeriksa permohonan berperkara secara prodeo (Pasal 242 ayat (3) HIR/Pasal 278 ayat (1) R.Bg.). Mekanisme penunjukan Majelis Hakim (PMH), Penetapan Hari Sidang, proses pemanggilan dan biayanya serta pembukuannya mengacu pada ketentuan dalam Prosedur Berperkara Secara Prodeo Dalam Tingkat Pertama.
c. Berita Acara hasil pemeriksaan permohonan berperkara secara prodeo dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syariah Propinsi bersama bundle A dan salinan putusan (Pasal 244 HIR/ Pasal 280 R.Bg.).
d. Pengiriman berita acara tersebut dalam tenggang waktu selambat-lambatnya 7 hari setelah pemeriksaan selesai (Pasal 13 UU No.20/1947).
e. Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syariah Propinsi memeriksa permohonan tersebut dan menjatuhkan putusan dalam bentuk Penetapan dan penetapan tersebut dikirimkan bersama Bundel A ke Pengadilan Agama (pasal 245 ayat (1) HIR/ Pasal 281 ayat (1) dan (2) R.Bg./ Pasal 14 UU No. 20/1947).
f. Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syariah Propinsi karena jabatannya dapat menolak permohonan untuk berperkara secara prodeo 9Pasal 245 ayat (1) HIR/ Pasal 281 ayat (1) R.Bg.).
g. Apabila permohonan berperkara secara prodeo tidak dikabulkan, maka pemohon dapat mengajukan banding dalam tenggang waktu 14 hari setelah amar penetapan diberitahukan kepada Pemohon dengan membayar biaya banding.
h. Apabila permohonan berperkara secara prodeo dikabulkan, maka berkas perkara banding berupa Bundel A dan Bundel B dikirimkan oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah ke Pengadilan Tinggi Agama/ Mahkamah Syariah Propinsi untuk dilanjutkan ke proses pemeriksaan poko perkara.
i. Apabila permohonan berperkara secara prodeo dikabulkan, maka Pemohon dibebaskan dari semua biaya perkara banding dan biaya perkara dibebankan kepada Negara melalui DIPA Pengadilan Agama.
j. Mekanisme pengeluaran dari DIPA, penyerahan ke Kasir, pengeloalaan penerimaan/penegluaran di Buku Keuangan Perkara dan peng-SPJ-an oleh Bendaharawan Rutin mengacu pada mekanisme huruf p dan q Prosedur Berperkara Secara Prodeo Dengan Biaya DIPA Dalam Tingkat Pertama sebagaimana terurai di atas.
3. Dalam Tingkat Kasasi
1. Permohonan berperkara secara prodeo diajukan secara lisan atau tertulis kepada Pengadilan Agama dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan dibacakan atau diberitahukan.
2. Majelis Hakim Pengadilan Agama memeriksa permohonan berperkara secara prodeo yang kemudian dituangkan dalam Berita Acara sebagai bahan pertimbangan di tingkat kasasi.
3. Berita Acara pemeriksaan permohonan berperkara secara prodeo oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama tidak termasuk penjatuhan penetapan tentang dikabulkan atau ditolaknya permohonan berperkara secara prodeo.
4. Berita Acara hasil pemeriksaan permohonan berperkara secara prodeo dikirim oleh Pengadilan Agama ke Mahkamah Agung RI bersama Bundel A dan Bundel B.
5. Majelis Hakim tingkat kasasi memeriksa secara bersamaan permohonan berperkara secara prodeo dengan pemeriksaan pokok perkara yang dituangkan dalam putusan akhir.
1. Biaya perkara prodeo dibebankan kepada Negara melalui DIPA Pengadilan Agama
2. Komponen biaya perkara prodeo meliputi:
a. Materai
b. Biaya Pemanggilan para Pihak
c. Biaya Pemberitahuan Isi Putusan
d. Biaya Sita Jaminan
e. Biaya Pemeriksaan Setempat
f. Biaya Saksi/Ahli
g. Biaya Eksekusi
h. Alat Tulis Kantor (ATK)
i. Penggandaaan /fotocopy berkas perkara dan surat-surat yang berkaitan dengan berkas perkara
j. Penggandaan salinan putusan
k. Pengiriman pemberitahuan nomor register ke Pengadilan Pengaju dan para pihak, salinan putusan, berkas perkara dan surat-surat lain yang dipandang perlu
l. Pemberkasan dan penjilidan berkas perkara yang telah diminutasi
m. Pengadaan perlengkapan kerja Kepaniteraan yang habis pakai
4. Biaya perkara prodeo dikeluarkan oleh Pengadilan Agama sesuai dengan anggaran yang tersedia pada DIPA dan ketentuan-ketentuannya
5. Biaya perkara prodeo pada tingkat pertama, tingkat banding dan tingkat kasasi dibebankan kepada DIPA Pengadilan Agama
Peraturan dan Kebijakan
PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN LAYANAN HUKUM BAGI MASYARAKAT TIDAK MAMPU DI PENGADILAN
BAB I
PENGERTIAN DAN ISTILAH
Pasal 1
Dalam Petunjuk Pelaksanaan ini, yang dimaksud dengan:
- Pemberian layanan hukum bagi masyarakat tidak mampu di Pengadilan Agama meliputi Layanan Pembebasan Biaya Perkara, Sidang di Luar Gedung Pengadilan dan Pobakum Pengadila
- Pengadilan Agama yang selanjutnya disingkat PA adalah Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar’iyah
- Pengadilan Tinggi Agama yang selanjutnya disingkat PTA adalah Pengadilan Tinggi Agama dan Mahkamah Syar’iyah Aceh
- Layanan Pembebasan Biaya Perkara adalah negara menanggung biaya proses berperkara di Pengadilan Agama sehingga setiap orang atau sekelompok orang yang tidak mampu secara ekonomi dapat berperkara secara cuma-cuma.
- Sidang di Luar Gedung Pengadilan adalah sidang yang dilaksanakan secara tetap, berkala atau sewaktu-waktu leh Pengadilan di suatu tempat yang ada di dalam wilayah hukumnya tetapi di luar tempat kedudukan gedung Pengadilan dalam bentuk Sidang di luar gedung pengadilan atau Sidang di Tempat
- Posbakum Pengadilan adalah layanan yang dibentuk oleh dan ada pada setiap Pengadilan tingkat pertama untuk memberikan layanan hukum berupa informasi, konsultasi, dan advishukum, serta pembuatan dokumen hukum yang dibutuhkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
- Petugas Posbakum Pengadilan adalah Pemberi layanan di Posbakum Pengadilan yang merupakan Advokat, Sarjana Hukum, dan Sarjana Syari'ah yang berasal dari Lembaga Pemberi Layanan Posbakum Pengadilan yang bekerjasama dengan Pengadilan dan bertugas sesuai dengan kesepakatan jam layanan Posbakum Pengadilan didalam perjanjian kerjasama tersebut;
- Lembaga Pemberi Layanan Posbakum Pengadilan adalah lembaga masyarakat sipil penyedia advokasi hukum dan/atau unit kerjaadvokasi hukum pada organisasi profesi advat dan/atau lembaga konsultasi dan bantuan hukum diperguruan tinggi;
Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari Pengguna Anggaran untuk menggunakan anggaran yang dikuasakan kepadanya.
Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pengadilan Agama/Kuasa Pengguna Anggaran untuk mengambil keputusan dan atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban belanja negara.
Bendahara Pengeluaran yang selanjutnya disebut BP adalah orang yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggung jawabkan uang untuk keperluan belanja negara dalam rangka pelaksanaan Anggaran dan Belanja Negara pada kantor/satuan kerja kementerian/lembaga.
PERMA NO. 1 TAHUN 2014