Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para Pihak dengan dibantu oleh Mediator.(Pasal 1 angka (1) Perma No. 1 Tahun 2016 Tentang Prosesur Mediasi Di Pengadilan).
Jenis Perkara Wajib Menempuh Mediasi (Pasal 4)
(1) Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan termasuk perkara perlawanan (verzet) atas putusan verstek dan perlawanan pihak berperkara (partij verzet) maupun pihak ketiga (derden verzet) terhadap pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui Mediasi, kecuali ditentukan lain berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung ini.
(2) Sengketa yang dikecualikan dari kewajiban penyelesaian melalui Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- sengketa yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya meliputi antara lain:
- sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Niaga;
- sengketa yang diselesaikan melalui prosedur Pengadilan Hubungan Industrial;
- keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha;
- keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen;
- permohonan pembatalan putusan arbitrase;
- keberatan atas putusan Komisi Informasi;
- penyelesaian perselisihan partai politik;
- sengketa yang diselesaikan melalui tata cara gugatan sederhana; dan
- sengketa lain yang pemeriksaannya di persidangan ditentukan tenggang waktu penyelesaiannya dalam ketentuan peraturan perundang-undangan;
- sengketa yang pemeriksaannya dilakukan tanpa hadirnya penggugat atau tergugat yang telah dipanggil secara patut;
- gugatan balik (rekonvensi) dan masuknya pihak ketiga dalam suatu perkara (intervensi);
- sengketa mengenai pencegahan, penolakan, pembatalan dan pengesahan perkawinan;
- sengketa yang diajukan ke Pengadilan setelah diupayakan penyelesaian di luar Pengadilan melalui Mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat yang terdaftar di Pengadilan setempat tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator bersertifikat.
(3) Pernyataan ketidakberhasilan Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dan salinan sah Sertifikat Mediator dilampirkan dalam surat gugatan.
(4) Berdasarkan kesepakatan Para Pihak, sengketa yang dikecualikan kewajiban Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf c, dan huruf e tetap dapat diselesaikan melalui Mediasi sukarela pada tahap pemeriksaan perkara dan tingkat upaya hukum.
Kewajiban Menghadiri Mediasi (Pasal 6)
(1) Para Pihak wajib menghadiri secara langsung pertemuan Mediasi dengan atau tanpa didampingi oleh kuasa hukum.
(2) Kehadiran Para Pihak melalui komunikasi audio visual jarak jauh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dianggap sebagai kehadiran langsung.
(3) Ketidakhadiran Para Pihak secara langsung dalam proses Mediasi hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan sah.
(4) Alasan sah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi antara lain:
- kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan hadir dalam pertemuan Mediasi berdasarkan surat keterangan dokter;
- di bawah pengampuan;
- mempunyai tempat tinggal, kediaman atau kedudukan di luar negeri; atau
- menjalankan tugas negara, tuntutan profesi atau pekerjaan yang tidak dapat ditinggalkan.
Tempat Penyelenggaraan Mediasi ( Pasal 11 )
(1) Mediasi diselenggarakan di ruang Mediasi Pengadilan atau di tempat lain di luar Pengadilan yang disepakati oleh Para Pihak.
(2) Mediator Hakim dan Pegawai Pengadilan dilarang menyelenggarakan Mediasi di luar Pengadilan.
(3) Mediator non hakim dan bukan Pegawai Pengadilan yang dipilih atau ditunjuk bersama-sama dengan Mediator Hakim atau Pegawai Pengadilan dalam satu perkara wajib menyelenggarakan Mediasi bertempat di Pengadilan.
(4) Penggunaan ruang Mediasi Pengadilan untuk Mediasi tidak dikenakan biaya.
Tugas Mediator ( Pasal 14 )
Dalam menjalankan fungsinya, Mediator bertugas:
- memperkenalkan diri dan memberi kesempatan kepada Para Pihak untuk saling memperkenalkan diri;
- menjelaskan maksud, tujuan, dan sifat Mediasi kepada Para Pihak;
- menjelaskan kedudukan dan peran Mediator yang netral dan tidak mengambil keputusan;
- membuat aturan pelaksanaan Mediasi bersama Para Pihak;
- menjelaskan bahwa Mediator dapat mengadakan pertemuan dengan satu pihak tanpa kehadiran pihak lainnya (kaukus);
- menyusun jadwal Mediasi bersama Para Pihak;
- mengisi formulir jadwal mediasi.
- memberikan kesempatan kepada Para Pihak untuk menyampaikan permasalahan dan usulan perdamaian;
- menginventarisasi permasalahan dan mengagendakan pembahasan berdasarkan skala proritas;
- memfasilitasi dan mendorong Para Pihak untuk:
- menelusuri dan menggali kepentingan Para Pihak;
- mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi Para Pihak; dan
- bekerja sama mencapai penyelesaian;
- membantu Para Pihak dalam membuat dan merumuskan Kesepakatan Perdamaian;
- menyampaikan laporan keberhasilan, ketidakberhasilan dan/atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara;
- menyatakan salah satu atau Para Pihak tidak beriktikad baik dan menyampaikan kepada Hakim Pemeriksa Perkara;
- tugas lain dalam menjalankan fungsinya
TAHAPAN PRAMEDIASI (Pasal 17 )
(1) Pada hari sidang yang telah ditentukan dan dihadiri oleh Para Pihak, Hakim Pemeriksa Perkara mewajibkan Para Pihak untuk menempuh Mediasi.
(2) Kehadiran Para Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan panggilan yang sah dan patut.
(3) Pemanggilan pihak yang tidak hadir pada sidang pertama dapat dilakukan pemanggilan satu kali lagi sesuai dengan praktik hukum acara.
(4) Dalam hal para pihak lebih dari satu, Mediasi tetap diselenggarakan setelah pemanggilan dilakukan secara sah dan patut walaupun tidak seluruh pihak hadir.
(5) Ketidakhadiran pihak turut tergugat yang kepentingannya tidak signifikan tidak menghalangi pelaksanaan Mediasi.
(6) Hakim Pemeriksa Perkara wajib menjelaskan Prosedur Mediasi kepada Para Pihak.
(7) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) meliputi:
- pengertian dan manfaat Mediasi;
- kewajiban Para Pihak untuk menghadiri langsung pertemuan Mediasi berikut akibat hukum atas perilaku tidak beriktikad baik dalam proses Mediasi;
- biaya yang mungkin timbul akibat penggunaan Mediator nonhakim dan bukan Pegawai Pengadilan;
- pilihan menindaklanjuti Kesepakatan Perdamaian melalui Akta Perdamaian atau pencabutan gugatan; dan
- kewajiban Para Pihak untuk menandatangani formulir penjelasan Mediasi.
(8) Hakim Pemeriksa Perkara menyerahkan formulir penjelasan Mediasi kepada Para Pihak yang memuat pernyataan bahwa Para Pihak:
- memperoleh penjelasan prosedur Mediasi secara lengkap dari Hakim Pemeriksa Perkara;
- memahami dengan baik prosedur Mediasi; dan
- bersedia menempuh Mediasi dengan iktikad baik.
(9) Formulir penjelasan Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) ditandatangani oleh Para Pihak dan/atau kuasa hukum segera setelah memperoleh penjelasan dari Hakim Pemeriksa Perkara dan merupakan satu kesatuan yang menjadi bagian tidak terpisahkan dengan berkas perkara.
(10) Keterangan mengenai penjelasan oleh Hakim Pemeriksa Perkara dan penandatanganan formulir penjelasan Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) wajib dimuat dalam berita acara sidang.
Akibat Hukum Pihak Tidak Beriktikad Baik Bagi Penggugat (Pasal 22)
(1) Apabila penggugat dinyatakan tidak beriktikad baik dalam proses Mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara.
(2) Penggugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai pula kewajiban pembayaran Biaya Mediasi.
(3) Mediator menyampaikan laporan penggugat tidak beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi pengenaan Biaya Mediasi dan perhitungan besarannya dalam laporan ketidakberhasilan atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi.
(4) Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Hakim Pemeriksa Perkara mengeluarkan putusan yang merupakan putusan akhir yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima disertai penghukuman pembayaran Biaya Mediasi dan biaya perkara.
(5) Biaya Mediasi sebagai penghukuman kepada penggugat dapat diambil dari panjar biaya perkara atau pembayaran tersendiri oleh penggugat dan diserahkan kepada tergugat melalui kepaniteraan Pengadilan.
Akibat Hukum Pihak Tidak Beriktikad Baik Bagi Terggugat (Pasal 23
(1) Tergugat yang dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), dikenai kewajiban pembayaran Biaya Mediasi.
(2) Mediator menyampaikan laporan tergugat tidak beriktikad baik kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai rekomendasi pengenaan Biaya Mediasi dan perhitungan besarannya dalam laporan ketidakberhasilan atau tidak dapat dilaksanakannya Mediasi.
(3) Berdasarkan laporan Mediator sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebelum melanjutkan pemeriksaan, Hakim Pemeriksa Perkara dalam persidangan yang ditetapkan berikutnya wajib mengeluarkan penetapan yang menyatakan tergugat tidak beriktikad baik dan menghukum tergugat untuk membayar Biaya Mediasi.
(4) Biaya Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bagian dari biaya perkara yang wajib disebutkan dalam amar putusan akhir.
(5) Dalam hal tergugat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimenangkan dalam putusan, amar putusan menyatakan Biaya Mediasi dibebankan kepada tergugat, sedangkan biaya perkara tetap dibebankan kepada penggugat sebagai pihak yang kalah.
(6) Dalam perkara perceraian di lingkungan peradilan agama, tergugat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihukum membayar Biaya Mediasi, sedangkan biaya perkara dibebankan kepada penggugat.
(7) Pembayaran Biaya Mediasi oleh tergugat yang akan diserahkan kepada penggugat melalui kepaniteraan Pengadilan mengikuti pelaksanaan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
(8) Dalam hal Para Pihak secara bersama-sama dinyatakan tidak beriktikad baik oleh Mediator, gugatan dinyatakan tidak dapat diterima oleh Hakim Pemeriksa Perkara tanpa penghukuman Biaya Mediasi.
Jangka Waktu Mediasi (Pasal 24 )
(1) Dalam waktu paling lama 5 (lima) hari terhitung sejak penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (5), Para Pihak dapat menyerahkan Resume Perkara kepada pihak lain dan Mediator.
(2) Proses Mediasi berlangsung paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak penetapan perintah melakukan Mediasi.
(3) Atas dasar kesepakatan Para Pihak, jangka waktu Mediasi dapat diperpanjang paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhir jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Mediator atas permintaan Para Pihak mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu Mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Hakim Pemeriksa Perkara disertai dengan alasannya.
Mediasi Mencapai Kesepakatan (Pasal 27 )
(1) Jika Mediasi berhasil mencapai kesepakatan, Para Pihak dengan bantuan Mediator wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis dalam Kesepakatan Perdamaian yang ditandatangani oleh Para Pihak dan Mediator.
(2) Dalam membantu merumuskan Kesepakatan Perdamaian, Mediator wajib memastikan Kesepakatan Perdamaian tidak memuat ketentuan yang:
- bertentangan dengan hukum, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan;
- merugikan pihak ketiga; atau
- tidak dapat dilaksanakan.
(3) Dalam proses Mediasi yang diwakili oleh kuasa hukum, penandatanganan Kesepakatan Perdamaian hanya dapat dilakukan apabila terdapat pernyataan Para Pihak secara tertulis yang memuat persetujuan atas kesepakatan yang dicapai.
(4) Para Pihak melalui Mediator dapat mengajukan Kesepakatan Perdamaian kepada Hakim Pemeriksa Perkara agar dikuatkan dalam Akta Perdamaian.
(5) Jika Para Pihak tidak menghendaki Kesepakatan Perdamaian dikuatkan dalam Akta Perdamaian, Kesepakatan Perdamaian wajib memuat pencabutan gugatan.
(6) Mediator wajib melaporkan secara tertulis keberhasilan Mediasi kepada Hakim Pemeriksa Perkara dengan melampirkan Kesepakatan Perdamaian.
Mediasi Tidak Berhasil atau Tidak dapat Dilaksanakan (Pasal 32 )
(1) Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak berhasil mencapai kesepakatan dan memberitahukannya secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara, dalam hal:
- Para Pihak tidak menghasilkan kesepakatan sampai batas waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari berikut perpanjangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dan ayat (3); atau
- Para Pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d dan huruf e.
(2) Mediator wajib menyatakan Mediasi tidak dapat dilaksanakan dan memberitahukannya secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara, dalam hal:
- melibatkan aset, harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata berkaitan dengan pihak lain yang:
- tidak diikutsertakan dalam surat gugatan sehingga pihak lain yang berkepentingan tidak menjadi salah satu pihak dalam proses Mediasi;
- diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan dalam hal pihak berperkara lebih dari satu subjek hukum, tetapi tidak hadir di persidangan sehingga tidak menjadi pihak dalam proses Mediasi; atau
- diikutsertakan sebagai pihak dalam surat gugatan dalam hal pihak berperkara lebih dari satu subjek hukum dan hadir di persidangan, tetapi tidak pernah hadir dalam proses Mediasi.
- melibatkan wewenang kementerian/lembaga/instansi di tingkat pusat/daerah dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang tidak menjadi pihak berperkara, kecuali pihak berperkara yang terkait dengan pihak-pihak tersebut telah memperoleh persetujuan tertulis dari kementerian/lembaga/instansi dan/atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah untuk mengambil keputusan dalam proses Mediasi.
- Para Pihak dinyatakan tidak beriktikad baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c.
(3) Setelah menerima pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Hakim Pemeriksa Perkara segera menerbitkan penetapan untuk melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku.
Perdamaian Sukarela ( Pasal 33 )
(1) Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, Hakim Pemeriksa Perkara tetap berupaya mendorong atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan.
(2) Para Pihak atas dasar kesepakatan dapat mengajukan permohonan kepada Hakim Pemeriksa Perkara untuk melakukan perdamaian pada tahap pemeriksaan perkara.
(3) Setelah menerima permohonan Para Pihak untuk melakukan perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ketua majelis Hakim Pemeriksa Perkara dengan penetapan segera menunjuk salah seorang Hakim Pemeriksa Perkara untuk menjalankan fungsi Mediator dengan mengutamakan Hakim yang bersertifikat.
(4) Hakim Pemeriksa Perkara wajib menunda persidangan paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Perdamaian Sukarela pada Tingkat Upaya Hukum (Pasal 34 )
(1) Sepanjang perkara belum diputus pada tingkat upaya hukum banding, kasasi atau peninjauan kembali, Para Pihak atas dasar kesepakatan dapat menempuh upaya perdamaian:
(2) Jika dikehendaki, Para Pihak melalui ketua Pengadilan mengajukan Kesepakatan Perdamaian secara tertulis kepada Hakim Pemeriksa Perkara tingkat banding, kasasi, atau peninjauan kembali untuk diputus dengan Akta Perdamaian sepanjang memenuhi ketentuan Pasal 27 ayat (2).
(3) Kesepakatan Perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memuat ketentuan yang mengesampingkan putusan yang telah ada.
(4) Akta Perdamaian ditandatangani oleh Hakim Pemeriksa Perkara tingkat banding, kasasi, atau peninjauan kembali dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya Kesepakatan Perdamaian.
(5) Apabila berkas perkara banding, kasasi, atau peninjauan kembali belum dikirimkan, berkas perkara dan Kesepakatan Perdamaian dikirimkan bersama-sama ke Pengadilan Tinggi atau Mahkamah Agung.